MPS: Diskusi Dua Buku Terjemahan

FBS-Karangmalang. Setelah diskusi kepenyairan Chairil Anwar dan kepenyairan Indonesia bersama Iman Budhi Santosa dan Suminto A. Sayuti beberapa waktu lalu dalam perayaan Haul Chairil Anwar, belum lama ini (5/5) komunitas Malam Perjamuan Sastra (MPS) pun menggelar diskusi kepenyairan dan diskusi buku Rainer Maria Rilke dan Artur Rimbaud yang telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh Tia Setiadi dengan judul ‘Surat-Surat Kepada Penyair Muda dan Sejumlah Sajak’ dan antologi puisi Arthur Rimbaud ‘Semusim di Neraka’ yang diterjemahkan oleh An. Ismanto.

Tia Setiadi selaku penerjemah sekaligus pembicara pada malam itu memaparkan alasan-alasan mengapa ia menerjemahkan karya Rimbaud tersebut. Penerjemahan karya Rimbaud diakuinya ia lakukan berangkat dari pengalaman pribadi dan pengalaman generasinya yang kekurangan asupan bacaan bermutu. Tia bahkan mengimbau penulis pemula untuk tidak sungkan-sungkan membaca karya-karya luar. “Membaca karya-karya luar, membaca karya-karya dengan latar belakang budaya yang berbeda sangat penting bagi penulis karena bermanfaat sebagai bahan pembanding dalam berkarya,” tuturnya.

Tidak berbeda dengan Tia Setiadi, An. Ismanto penerjemah antologi puisi Arthur Rimbaud ‘Semusim di Neraka’ yang juga hadir sebagai pembicara dalam diskusi tersebut pun memaparkan alasan mengapa ia menerjemahkan karya Rimbaud tersebut. “27 judul puisi dalam antologi ini harus dibaca oleh orang Indonesia. Kenapa, karena isinya layak dibaca. Isinya sangat berbobot baik dari sisi filsafati maupun sisi sastranya,” ungkapnya.

Diskusi yang digelar di Pendapa Tedjokusumo tersebut juga membahas masa depan buku-buku terjemahan. Masa depan buku terjemahan dinilai menjadi tanggung jawab para kreator, kritikus, dan mahasiswa jurusan sastra. Guna menjamin masa depan buku-buku terjemahan seorang penerjemah maupun seorang penulis harus memilki tiga modal penting, yaitu ketajaman seorang intelektual, kejernihan seorang pemikir, dan kelihaian seorang penyair.

Mengacu pada masa depan buku terjemahan, dalam pemaparannya Tia Setiadi bahkan mengutip pernyataan Sutan Takdir Alisjahbana, “Bahasa Indonesia kalau mau dia kaya, hidup, dan melimpah, satu hal yg harus dilakukan yaitu terjemahkan seluruh karya-karya sastra dunia, terjemahkan karya-karya masterpiece karena dari proses penerjemahan tersebut kita dapat menemukan konstruksi-konstruksi kata yang baru yang dapat memperkaya kosakata kita”.

Kedua pembicara pun tak lupa menyampaikan pesan-pesan kepada pemula yang sedang bergelut dalam dunia kepenyairan. ”Kalau ingin jadi penulis jadilah penulis yang serius. Hindari ironi karena ironi itu tabir untuk menutupi keputusasaan. Coba tuangkan pemikiran yang segar. Cinta yang keras kepala karena cinta adalah dorongan untuk hidup kembali. Temukan hal-hal lain yang melimpah. Temukan dunia yang baru. Jangan malu untuk terus menjadi pemula. Terus miliki semangat seorang pemula,” tutup Tia Setiadi. (DjWonga/HumasFBS)