Kisah Perjuangan Suku Naga: Hegemoni Modernitas Atas Lokalitas

FBS-Karangmalang. Pembaharuan yang mengatasnamakan modernitas di bawa oleh Sang Ratu dan para parlemennya ke sebuah desa Suku Naga. Iktikad akbar yang dipimpin oleh Sang Ratu, ternyata dihadang oleh Suku Naga yang dipimpin oleh Abisavam. Dengan segala potensi kearifan lokal yang ada, Abisavam bersikukuh mempertahankan “mati-matian” lokalitas budaya desanya. Tatkala Sang Ratu beserta kroni-kroninya akan membangun pertambangan di desa Suku Naga, Abivara anak Abisavam yang sekolah di luar negeri dengan segala kecendekiawannya itu turut serta mempertahankan pula local wisdom di desanya.

Selain itu, Carlos, seorang sahabat Abivara saat sekolah di luar negeri juga turut membantu desa Suku Naga dengan kepiawaiannya menulis berita internasional tentang “kepicikan” Sang Ratu dalam merusak tatanan kebudayaan di desa Suku Naga yang mengatasnamakan “modernitas”: Sang Ratu seolah-olah kebakaran jenggot melihat berita tersebut. Kemajuan memang bermanfaat. Akan tetapi, apabila kemajuan itu “menghisap” dan merugikan orang lain, maka hal tersebut merupakan penindasan. Dengan demikian, modernitas memang perlu, tetapi lokalitas budaya harus dipertahankan. Alur ceritera demikian, terangkum dalam sebuah pementasan teater Nol Koma teater PBSI kelas N 2011 dengan naskah karya W.S. Rendra pada Kamis (19/12/2013), di Stage Tari, FBS, UNY.

W.S. Rendra memang sudah meninggal, tetapi karya dan pemikirannya terkenang dan relevan sepanjang masa. Naskah Kisah Perjuangan Suku Naga karya W.S. Rendra itu, dipilih teater Nol Koma guna mengkritisi pemerintahan saat ini melalui kesenian. Sebab, dikotomi modernitas dan lokalitas merupakan diskursus relevan di Indonesia dewasa ini. Melalui teater, diharapkan masyarakat umum termasuk penonton dapat membuka wawasan dan “tidak gagap” menghadapi carut-marut perpolitikan saat ini.

Naskah yang disutradarai oleh Christina Astrilinda P. ini mendapatkan apresiasi besar oleh masyarakat Yogyakarta –khususnya mahasiswa, masyarakat, dan seniman. Hal itu dapat ditengarai oleh banyaknya penonton yang hadir. Selama proses latihan selama kurang lebih 4 bulan, Teater Nol Koma juga didampingi oleh M. Shodiq. Selain itu, Dr. Suroso, M.Pd., M.Th. (Dosen Mata Kuliah Drama) juga turut mendukung penuh proses latihan hingga pementasan. Dalam sambutannya, Alan Novendra J. turut bangga dan berterima kasih kepada semua pihak yang mendukung atas terselenggaranya pementasan. “Pentas ini merupakan hasil dari kerja tim antarberbagai pihak. Terima kasih kepada semua sahabat, orang tua, dan dosen yang mendukung atas proses kami,” tuturnya. (Rony/ Humas FBS).